Karel Albert Rudolf Bosscha, Malabar – Weekend with Us

Siapa yang menyangka bahwa dermawan penyumbang dana hingga Observatorium Bosscha mempunyai teleskop terbesar dan tercanggih pada masanya, Societeit Concordia hingga Technische Hoogeschool te Bandoeng alias ITB, Karel Albert Rudolf Bosscha, bisa kita jumpai makamnya di tanah Indonesia, tepatnya di Gunung Malabar, Kabupaten Bandung.

Siapakah Bosscha?

Konon, beliau datang ke Hindia Belanda pada tahun 1887 tepat di usia 22 tahun. Awalnya Ia datang untuk bekerja dengan sang paman dari Keluarga Kerkhoven yang juga merupakan salah satu juragan teh di Sukabumi. Sukses di gembleng hingga mendirikan pabrik produksi teh raksasanya, sang Meneer yang juga membuat sekolah rakyat dan ikut andil dalam memajukan perekonomian rakyat pribumi kala itu, harus meregang nyawa oleh karena sakit yang dideritanya.

Kini kita bisa melihat jejak peninggalan beliau yaitu Makam tempat istirahat terakhirnya, rumah peninggalan beliau dan Pabrik Teh Malabar yang hingga saat ini masih memproduksi teh dengan kualitas terbaik yang 90% hasilnya di ekspor ke seluruh dunia, kalau lagi ke London, jangan lupa beli Ahmad Tea, nah salah satu tehnya ya berasal dari hasil produksi Pabrik Teh Malabar di Kab Bandung.

Perjalanan ke Makam Bosscha

Perjalanan dengan motor selama dua jam kita tempuh dari daerah Ciumbuleuit hingga Rumah Sang Meneer. Jangan lupa pakai jaket, kaos kaki, helm, masker dan kacamata hitam. Setelah membayar tiket masuk sebesar Rp. 5.000,-/orang kalian bisa berkeliling rumah serta pekarangannya. Pintu masuknya dari arah dapur rumah. Rumah yang di rancang dengan konsep open space ini memiliki ruang tamu, ruang makan, ruang keluarga lengkap dengan tungku perapian, kamar tidur utama dan kamar tidur tamu, dapur bersih dan kotor, serta ruang bawah tanah.

Walau tempatnya dikelola dengan baik, sayangnya tidak ada tour guide atau petunjuk bahkan kisah-kisah sejarah beliau di rumah yang sudah dijadikan museum ini. Gw bahkan mempercayakan internet sebagai tour guide andalan, kalian bisa baca di sini atau ini jika ingin mengenal kisah pak Bosscha lebih dalam. Oiya kemarin sempat nonton film Sherina 2 kan? Rumah ini salah satu lokasi shooting OST mengenang bintang 

Kalian juga bisa menginap disini loh, bahkan di kamar tidur beliau dulu. Walau bagian ini terbatas hanya untuk tamu yang menginap saja, tapi bukan Gwendry namanya kalau rasa ingin tahunya tidak di puaskan. Bermodal iseng, mencoba setiap pintu yang ada dirumah tersebut, akhirnya menemukan pintu dekat dapur untuk mengakses kamar tidur sang empunya. Tampak luas dan spooky sih, apalagi kamar mandinya, reminds me of my kakek buyut’s house.

Di tempat ini juga berdiri tempat penginapan yang dikelola oleh Agro Wisata N8 terdapat 2 kamar di rumah utama, 8 kamar di bangunan dekatnya serta 4 Villa kayu yang letaknya tak jauh dari rumah utama. Puas mengelilingi kediaman pak Bosscha, sekarang kita ke makam beliau.

Letak makamnya lebih dekat dengan jalan utama, berdiri terawat seperti taman kecil. Makam beliau dikelilingi taman indah, kebayang kalau musim bunga bermekaran betapa indahnya tempat ini. Ia disemayamkan ditengah taman, nisannya dibuat altar tinggi menjulang dan terdapat foto beliau di salah satu ujungnya. Kami berkesempatan untuk masuk ke area inti pemakaman dan melihat bagaimana Belanda bahkan membuat saluran irigasi agar terhindar dari genangan air. Menurut warga sekitar, beliau tidak dianggap sebagai penjajah loh, saking banyak kontribusi beliau dalam kemajuan teknologi, pendidikan dan ekonomi bagi warga parahyangan khususnya Malabar. 

Kini makam yang lebih banyak difungsikan  sebagai tempat peristirahatan petani teh sekitar karena pohonnya yang rindang serta mencolok di tengah-tengah perkebunan teh. Pemakaman ini sama sekali tidak menyeramkan, cenderung seperti monumen malah. Dua jam sudah kita menghabiskan waktu “time travel” ke masa jaya Boscha di Malabar. Saatnya pulang, kita juga sempat main ke Nimo Highland yang dulunya merupakan pos penjagaan dan pemantauan para petani yang juga di buat oleh Boscha. 

Gimana tertarik untuk datang ke pemakaman salah satu filantropi jaman Belanda dulu?

Tags:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*