Keindahan Hutan Mati Gunung Papandayan

Gunung Papandayan, sebuah gunung aktif yang terletak di Kabupaten Garut. Gunung ini mempunyai nama yang konon menurut cerita rakyat berasal dari suara gaib. Suara yang didengar oleh sekelompok masyarakat itu terdengar seperti suara besi yang dipukul. Suara yang sama seperti seorang tukang pandai besi yang sedang membuat suatu perkakas seperti pisau, golok dan lain-lain. Papandayan diambil dari bahasa Sunda “Panday” yang artinya orang yang bekerja sebagai pandai besi. Kalau diartikan secara harfiah Papandayan adalah tempat dimana para penempa besi berada.

Welcome again di Ceritamaja!

Kali ini kami akan membawamu merasakan pengalaman touring dan hiking yang sangat seru di Gunung Papandayan. Bersiaplah untuk menjelajahi rute yang menarik, dimulai dari Kota Bandung melalui Majalaya dan Kamojang, hingga sampai ke hutan mati yang penuh asap belerang di sepanjang rutenya.

Perjalanan Dimulai!

Sabtu pagi yang cerah di Kota Bandung, semangat petualangan menggelora di udara. Motor kami sudah panaskan untuk persiapan touring ke Papandayan, di touring kali ini Salman dan temannya Riza akan menuju ke destinasi yang menantang: Gunung Papandayan. Rute pagi ini adalah melintasi jalur Bandung-Majalaya-Kamojang-Papandayan, rute yang cukup menarik dan menantang untuk dilewati. Let’s go, kami berangkat tepat pukul 8 pagi.

Rute yang kami tempuh

Uap Panas PLTP Kamojang

Setelah melewati hiruk pikuk keramaian lalu lintas di Majalaya, akhirnya sekitar pukul 10 pagi kami sampai di daerah Kamojang, melewati jembatan kuning pemandangan yang menakjubkan sudah menanti kami. Hembusan angin sejuk bercampur dengan uap air panas dari pipa-pipa PLTP kamojang menjadi pemandangan yang unik sekaligus menarik. Rasanya seperti mendapatkan penyegaran terbaik setelah perjalanan yang panjang melewati macetnya Bojongsoang dan Majalaya. Kami berdua istirahat sejenak disini untuk menikmati suasana dan menghirup udara segar serta pemandangan yang serba hijau di sekeliling lokasi yang terdapat banyak pohon pinus.

PLTP Kamojang ini sendiri merupakan salah satu PLTP tertua di Indonesia, tempat ini diresmikan pada tahun 1982. Dari pinggir jalan di depan gerbang masuknya kita bisa melihat kumpulan uap air yang digunakan sebagai kondensor dari panas bumi yang telah menggerakkan turbin. Sekalian menambah ilmu, kira-kira beginilah cara kerja PLTP:

Cara Kerja PLTP

Sampai juga di Gunung Papandayan

Sekitar satu setengah jam perjalanan dari Kamojang, akhirnya kami berdua sampai juga di pintu gerbang Taman Wisata Alam Gunung Papandayan. Dari jalan utama menuju ke pintu gerbang ini jalannya lumayan rusak, mau pakai kendaraan roda empat ataupun roda dua sama saja, harus pintar-pintar dalam memilih bagian jalan yang dilewati. Mungkin kalau jalannya mulus dari jalan raya utama hanya membutuhkan waktu kurang dari setengah jam sampai ke gerbang, tapi dengan kondisi sekarang setengah jam pun sudah termasuk cepat. (Pastikan kondisi kendaraan kalian prima ya kawan, banyak tanjakan dan belokan tajam).

Di gerbang masuk ini kami istirahat sejenak untuk mengabadikan moment touring pertama pakai motor ke Papandayan, apalagi kedua motor kami adalah plat luar kota yang jarang sekali terlihat disini. Setelahnya kami membayar tiket masuk dengan rincian sebagai berikut:

  1. Tiket masuk per orang di weekend (tidak camping) = Rp 30.000
  2. Tiket masuk per motor = Rp 14.500
  3. Parkir motor = Rp 5.000

Dari gerbang ini kami melanjutkan perjalanan menuju parkiran dan area Taman Wisata Alam Gunung Papandayan, sekitar 5 menit kemudian kami sudah sampai di parkiran dan mempersiapkan beberapa perlengkapan untuk hiking ke Hutan mati.

Explore area Gunung Papandayan

Area explorasi di gunung papandayan ini bisa dibagi menjadi dua, yaitu area hotspring (untuk berendam dan staycation) dan area hiking. Di perjalanan kali ini kami tidak sempat explore bagian area hotspring karena keterbatasan waktu, supaya bisa pulang sampai Bandung sebelum malam hari. Untuk area hotspring kurang lebih seperti map ini:

Area Hotspring dan Camping

Hiking menuju Hutan Mati

Jam menunjukkan pukul 11.30 siang, kami melanjutkan perjalanan dari area parkiran menuju gerbang utama untuk hiking. Dari gerbang ini, ada pemandangan yang unik untuk dilihat yaitu adanya dua jalur: jalur motor dan jalur pejalan kaki. Yup, bagi kalian yang sudah sering hiking ke gunung-gunung tentunya merasa aneh, kenapa di gunung ada jalur motor. Ternyata memang disini disediakan fasilitas jasa ojek motor sampai titik tertentu di area atas menuju hutan mati, untuk tarifnya sendiri kami belum sempat nanya ke para mamang ojek ini. Di area yang masih ada aspalnya, jalur ini dipisahkan oleh seutas tali sebagai pembatas, namun semakin ke atas jalurnya sendiri akan dibagi menjadi dua jalan yang berbeda. Jalur pejalan kaki biasanya akan lebih banyak anak tangga, sedangkan jalur motor dibuat dari dasaran batu-batu.

Dari jalan beraspal ke bebatuan

Trek yang ada di gunung papandayan ini sudah sangat baik dan ramah untuk pendaki pemula seperti kami ini. Jalan kaki santai pun pasti sampai, tidak perlu effort seperti di gunung-gunung lain yang butuh merangkak atau mendaki tebing, disini semua jalurnya sudah tertata rapi. Perjalanan  menuju hutan mati kami bagi menjadi 2 sesi, sesi pertama itu sampai dengan gardu pandang yang banyak warungnya, dan sesi dua dari warung menuju hutan mati.

Boleh dibilang trek menuju gardu pandang ini masih banyak bonus, beberapa jalur cukup landai sehingga bisa dipakai untuk istirahat sejenak sambil menikmati pemandangan kawah-kawah vulkanik yang aktif mengeluarkan asap belerang. Rute sampai dengan gardu pandang ini biasanya lebih ramai pengunjung dibandingkan dengan rute dari gardu pandang ke hutan mati, alasannya karena rute ke hutan mati itu sangat pelit bonus, bahkan sepertinya tidak ada. Sehingga, banyak orang-orang yang hanya ingin menikmati keindahan kawah-kawah Gunung Papandayan ini berhenti di area warung-warung sekitar gardu pandang.

Trek Hiking (foto by Riza)

Sampai di area warung kami memutuskan untuk istirahat sejenak, ternyata kami lupa membawa bekal minuman dan sepertinya tertinggal di motor. Akhirnya kami melipir ke salah satu warung, untuk menikmati sebotol air mineral, sepotong semangka segar dan 2 gorengan. Harga disini masih lumayan terjangkau, sebotol air mineral Aqua 600 ml dihargai 6 ribu, gorengan dan sepotong semangka masing-masing 2 ribu saja. Jadi untuk kalian yang tidak ingin repot-repot bawa bekal, bisa mampir saja di warung-warung ini seperti kami, tidak perlu khawatir harganya digetok seperti yang kadang terjadi di tempat-tempat wisata lain.

Lega rasanya setelah tubuh mendapatkan cairan kembali, dan nafas yang kembang-kempis sudah mulai normal. Kami memutuskan untuk lanjut hiking, disini ada dua pilihan jalur, kalau ambil arah kiri langsung menuju ke hutan mati, sedangkan di jalur kanan adalah jalur ke pondok saladah tempat orang-orang biasanya camping. Kami ambil jalur langsung ke hutan mati mengingat kalau memutar lewat pondok saladah lebih dahulu akan memakan waktu lebih lama, sedangkan kami hanya punya waktu sekitar 3 jam untuk hiking disini supaya bisa pulang sampai Bandung tidak terlalu malam.

view Pondok Saladah dari hutan mati (image hasil google)

Dari warung, trek ke hutan mati berupa tangga-tangga bebatuan yang sudah dibuat rapi. Panjang trek mungkin hanya sekitar 300 meter, tapi nanjaknya bikin paha kaki mendadak tegang, nafas terengah, dan keringat bercucuran deras. Memang lebih baik untuk pemula bisa pemanasan dulu seminggu sebelum ke papandayan dengan sering jalan kaki melewati jalan tanjakan biar terbiasa. Di tengah jalan ada satu dua orang yang kami jumpai berhenti, mungkin baru dapat setengah perjalanan sebelum sampai di Hutan mati, karna ya itu tadi udah terlalu capek duluan atau mereka mungkin hanya coba-coba saja karna niatnya memang hanya sampai di warung tadi.

Tangga bebatuan menuju hutan mati

Keindahan Hutan Mati

Sekitar 30 menit kemudian, akhirnya kami sampai juga di destinasi terakhir: Hutan Mati. Seperti namanya hutan mati ini mungkin dulunya memang sebuah hutan, namun karna terkena aktivitas vulkanik menyebabkan batang pohon-pohon disini menghitam seperti terbakar. Disekitarnya masih bisa kita jumpai rerumputan yang tumbuh hijau, ilalang yang menjulang tinggi, dan tentunya kabut yang tiba-tiba muncul begitu saja. Area hutan mati ini memang bukan tempat untuk camping, biasanya hanya dijadikan spot foto-foto ataupun spot untuk istirahat sejenak. Di salah satu spot, terlihat ada dua muda mudi yang menggelar kursi dan meja portablenya, menikmati hembusan angin sambil sesekali menerbangkan drone untuk membuat konten.

Di spot lain, ada serombongan hikers yang membawa anjing pomeriannya sambil diajak jalan-jalan di sekitar hutan mati ini. Banyak sekali pemandangan-pemandangan yang bisa kalian nikmati, apalagi kalau perlengkapannya sudah lengkap. Sayangnya kami hanya berbekal badan saja, karena touring ini memang niatnya bukan untuk camping. Akhirnya kami foto-foto saja, bikin konten untuk reels sambil sesekali istirahat sejenak. Kurang lebih 45 menit kami berada di hutan mati ini, dan jam tangan sudah menunjukkan pukul 2 siang, saatnya untuk turun.

Turun dari hutan mati tujuan pertama tentunya kalian udah tau dong, yup kembali ke warung. Hanya butuh waktu kurang dari 15 menit untuk sampai di warung dari Hutan mati ini, kami memutuskan untuk istirahat sejenak karena kaki sudah gemetar menahan beban menuruni tangga yang curam itu. Nah, di sekitar warung ini juga terdapat toilet bersih, dimana lagi naik gunung ada toilet yang bersih kan, lumayan juga bisa untuk sekedar cuci muka setelah terkena asap belerang. Setelah kaki terasa normal, kami pun melanjutkan untuk turun ke parkiran motor dan melanjutkan perjalanan kembali ke Bandung.

Terakhir,

Things to consider di touring dan hiking kali ini:

  1. Pastikan kamu atau drivermu udah cukup ahli ya untuk jalan-jalan nanjak dan berlubang, serta kendaran juga dalam kondisi prima, terutama rem-nya.
  2. Latihan fisik itu perlu banget untuk pemula sebelum ke Gunung Papandayan, ga usah berat-berat yang penting jalan kaki yang cukup.
  3. Lebih baik sih nginep kalau kesini apalagi kalian dari luar kota, walaupun bukan camping, mungkin bisa coba penginapan di area hotspring. Jadi dapat full experience, pulang sampai rumah sudah segar kembali.
  4. Bawa jas hujan/raincoat, ini sepertinya wajib ya untuk semua gunung, cuaca gampang banget berubah.
  5. Kalau kalian melewati rute yang sama seperti kami (Bandung-Bojongsoang-Majalaya-Kamojang-Papandayan), lebih baik berangkat pagi sebelum jam 6, lalulintas di Bojongsoang-Majalaya ini macetnya bikin ngelus dada.
  6. Minum yang cukup selama perjalanan, jangan sampai dehidrasi. Untuk yang sering hiking biasanya sudah selalu siap bawa pisang atau coklat buat boosting kadar gula selama hiking.

Salam Lestari!
Jangan meninggalkan sampah di gunung.

Tags:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*