Melogika Rasa

Melogika Rasa adalah buku yang menarik yang menjelajahi hubungan antara emosi dan logika dalam kehidupan sehari-hari. Penulis membahas pentingnya mengakui dan memahami peran emosi dalam pengambilan keputusan, sambil tetap menggunakan logika dan pemikiran rasional. Buku ini juga mengajak pembaca untuk memperkuat keterampilan empati dan berkomunikasi dengan orang lain. Dengan contoh nyata, studi kasus, dan pendekatan inklusif, buku ini memberikan wawasan berharga tentang bagaimana menggabungkan emosi dan logika secara bijak dalam kehidupan sehari-hari.

Judulnya saja menarik, gimana caranya melogika-kan hal yang abstrak? Hal yang di rasa? Atau mungkin maksudnya, tetap “logic” jika merasa?

Kesadaran

Bagi kalian yang banyak ngeluh, banyak merasa hidup tidak berpihak kepada kalian. Bisa jadi karena kalian selama ini merasa “korban” dan bersikap menghindari tanggung jawab.

Remember, stop playing victim and take the responsibility

Sudah saatnya mengambil alih kontrol diri kalian, jika tidak ingin selama menjadi korban, jadilah pemegang kuasa akan diri kalian sendiri. Come on, quit the drama, you’re already 30-ish.

Di sisi lain, pernah merasa nggak, kenapa ada orang yang hidupnya dipenuhi kekuatan dan keberlimpahan? Jawabannya adalah karena orang tersebut memberi kebermanfaatan bagi orang lain sehingga semakin deras juga manfaat yang dia dapatkan.

Pernah dengar juga tentang ayat Quran yang mengatakan “Allah bersama orang-orang yang penyabar“. Penyabar adalah orang yang terlatih sabar dalam arti luas orang yang selalu berusaha bersikap sabar sehingga sudah terlatih dalam memberi maaf dan menerima maaf.

Harapan

Energy flows where attention goes

Ketahuilah, semua yang berasal dari dalam memberikan hasil yang lebih baik. Dalam arti jika perasaan kita nyaman, pikiran positif, dibalut dengan sikap yang baik akan menghasilkan energi dari dalam hingga benar-benar terwujud.

Ternyata, bersikap baik dan berprasangka baik tidak cukup. Menurut buku ini semua hal harus di dasari rasa yang nyaman. Pernah merasa sudah berusaha dan berpikir positif tapi suatu hal tidak kunjung tiba? Mungkin karena perasaan kita yang belum nyaman. Ibarat, hati bertentangan saat mengucap suatu kata, nah itu karena alam bawah sadar kita belum yakin kalau hal tersebut dapat digapai.

Sebagai contoh “Someday gw akan tinggal di Bandung” kata yang gw ucapkan saat mengunjungi kota kembang ini awal tahun 2007 dulu, saat itu rasa nyaman muncul seketika dengan prasangka positif lainnya. Akhirnya secara tidak sadar muncul pilihan-pilihan yang mendekatkan gw untuk tinggal di Bandung.

Dibuku ini juga, di sampaikan hati-hati bercerita tentang impian kita, sebenarnya bukan tentang ceritanya tapi kepada siapa kita akan bercerita, karena “getaran” kita dengan sang pendengar bisa saja berbeda yang akhirnya bisa bertabrakan dan merugikan. Mirip semacam “The law of attraction”

Pemulihan

Pada akhirnya kita berharap untuk menjadi netral

Netral bukan hanya tentang sikap, tapi juga “merasa”. Terlatih merasa netral akan memberikan ekspektasi yang rendah terhadap semua hal yang tidak bisa kita kontrol. Akhirnya menciptakan rasa nyaman tanpa harus merasa “terlalu” baik senang ataupun duka.

Buku ini juga menyinggung ajaran buddhisme terkait

  1. Anatta : Mengelola ekspektasi
  2. Anicca :  Beradaptasi
  3. Dukkha : Selaras

Maksudnya kesenjangan rasa di dada karena tidak adanya kepemahaman tiga hal diatas.

Keseimbangan

Menutup buku ini, carilah letak ketidakseimbangannya. Mungkin disitulah akar masalah hidup kalian. Mungkin kamu terlalu banyak mengurusi dunia, sehingga rasa bersyukur mu kurang. Bisa jadi kamu terlalu banyak mengejar akhirat, sehingga rejeki duniamu kurang.

Teruslah cari rasa nyamanmu.

Tags:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*