Setelah empat tahun lamanya tidak pulang kampung, akhirnya februari 2022 kemarin kami berkesempatan pulang ke Makassar yang berakhir dengan extend selama dua minggu. Mari kita liburan dan makan-makan!
Pulau Kodingareng Keke
Salah satu pulau kecil yang dimiliki Kota Makassar dengan jarak sekitar 45 menit menggunakan speed boat dari Dermaga Pannyua. Urusan akomodasi kali ini sudah diurus oleh Mama. Kalau kata mama, biaya sewa kapal PP seharga Rp. 600.000,- dengan penumpang maksimal 10 orang, makan dan peralatan snorkeling bawa sendiri ya, mereka hanya membawa pelampung yang bisa kita gunakan saat snorkeling. Hubungin aja gw, nanti ditanyain ke nyokap nomor pemilik boatnya atau bisa langsung sewa boat ditempat. Kalau ribet dan pengen praktis, bisa ikut open trip yang tersedia di Instagram (cobain keyword #opentripmakassar).
Pulau ini indaaah banget, terumbu karangnya banyak dan masih terjaga dengan baik. Bahkan ditempat dangkalpun kita sudah bisa melihat berbagai macam terumbu karang dan ikan-ikan yang bernaung didalamnya, karena ini awal bulan Februari atau tepatnya masa musim hujan, airnya sedikit keruh dengan arus laut yang cukup besar.
Selain terumbu karang dan aneka ikan, pulau yang tak berpenghuni ini menyajikan pasir putih yang menjorok ke laut, mirip Taka Makassar, Labuan Bajo. Kita beruntung perjalanan dari dan ke pulau ini ombaknya sangat tenang, bahkan ada satu rombongan yang mengendarai jetski hingga pulau ini. Tips Gwendry pergi pagi dan pulang sebelum jam 12 siang ya, guna menghindari ombak yang kurang baik.
Insya Allah tahun depan saat pulang ke Makassar, kita cobain snorkeling dan berkemah di pulau terular kota Makassar yaitu Pulau Lanjukang!
Tanjung Bira
Trip kali ini cukup special karena kita akan tinggal di Campervan dan ini kali pertamanya gw liburan jauh keluar kota Makassar. Perjalanan ke Tanjung Bira ditempuh selama lima jam, sudah dengan singgah makan siang di Sop Konro Bawakaraeng (enaaak!) dan foto-foto di PLTB Tolo, Jeneponto.
Sesampainya di Tanjung Bira, kita memilih tempat nge-camp di Pantai Panrangluhu Bira karena tempatnya yang lebih jarang di kunjungi wisatawan dan terdapat pelataran luas untuk memarkirkan mobil bapak serta geng campingnya. Pantai ini terkenal sebagai tempat pembuatan kapal phinisi, pernah dengar lagu nenek moyangku seorang pelautkan? Sepertinya lagu itu terinspirasi dari nenek moyang suku bugis-makassar yang handal mengarungi lautan dengan kapal phinisinya hingga menjelajahi beberapa tempat di dunia dan disinilah kapal itu dibuat.
Bermalam di Campervan seru dan ribet, hal utama yang harus tersedia adalah toilet dan saklar listrik walau mobil bapak cukup canggih dan lengkap untuk bertahan hidup (panel tenaga surya dan kulkaspun ada) tetap saja dua hal tersebut diperlukan. Nanti ya gw lagi bujuk doi untuk buat youtube, lumayankan kalian jadi bisa belajar gimana caranya membuat dan menyimpan cadangan listrik dari panel tenaga surya DIY pula, bokap kayanya salah jurusan deh.
Setelah selesai memasang tenda, malampun tiba saatnya Gwendry memasak (alias diajarin masak) dengan menu andalan yaitu Korean Fried Chicken yang rasanya lebih enak daripada Mujigae (i’m not a fan of korean food, jadi sejauh ini cuman pernah coba mujigae). Walau hanya menginap semalam, tapi trip ini berkesan banget karena bisa quality time bersama. Waktu tidurpun tiba, kasurnya empuk dengan backsound suara laut asli, cuman buat kalian yang tidak berjiwa petualang dan harus tidur lengkap dengan AC nan nyaman, it’s definitely out of your league but I think you should try at least once in a life time!.
Paginya, di pantai pasir putih kontras dengan laut berwarna hijau dan biru, sudah banyak warga lokal yang berkumpul mencari ikan, kerang dan sejenisnya untuk dimasak. Setelah sarapan kita melanjutkan perjalanan ke Tebing Appalarang, medan yang dilalui ketempat ini cukup menantang, naik turun bukit dengan jalanan yang dalam masa perbaikan. Cari info keadaan jalan sebelum kesini ya terlebih jika mobil kalian bukan SUV atau MPV.
Tebing Apparalang
Biaya tiket masuknya tergolong murah hanya Rp. 10.000,-/orang dan parkir mobil sebesar Rp. 5.000,-. Sayangnya didalam kawasan ini tidak ada petunjuk lokasi yang jelas. Tips Gwendry Tanya atau ikutin warga lokal yang terlihat “siap” untuk foto-foto karena mereka lebih tahu mana saja view spot di tebing ini. Selain itu, ada dua lokasi yang bisa membawa kalian untuk turun dan lebih dekat ke laut, bagi adrenaline junkies kalian bisa cobain untuk cliff diving di dua spot ini. Jangan lupa selalu pakai sunblock, kacamata hitam dan bawa air minum ya.
Bendungan Bili-Bili
Dihari berbeda kita mengunjungi Malino untuk makan siang di Rumah Kebun Bili-Bili yang menyuguhkan pemandangan Bendungan Bili-Bili dari atas, saat kita tiba cuacanya sangat cerah walau sempat gerimis diperjalanan.
Berencana untuk nge-camp lagi di Malino cuman karena cuaca yang tidak memadai akhirnya kita mengurungkan niat walau sudah tiba di camping sitenya. Jangan tanya seperti apa medan yang harus dilewati, jalan hanya untuk satu mobil dengan jurang disebelahnya dan kabut tebal meliputi. Alhamdulillah aman sampai rumah.
Sebenarnya kita lebih banyak wisata kulinerannya daripada wisata jalan-jalan, cuman kita bukan tipe yang foto baru makan #mager. Oiya liburan belum berakhir, pulau Dewata cuman one hour away, selanjutnya kita akan menjelajahi Bali Timur dan Nusa Penida, stay tune!